Mobil terbang, teleportasi, holographic, robot.. apa lagi yang ada di pikiran Anda kalau mendengar tentang ‘Masa Depan’ ?
Sejak ada seorang inovator kontemporer bernama Elon Musk, fantasi kita menjadi semakin liar.
Elon banyak sekali membuat inovasi inovasi yang belum pernah dilakukan sebelumnya, seperti membuat reusable Rocket, autonomous driving, Neuralink, dsb.
Bahkan mimpi bersama untuk hidup berkoloni di Mars yang sepertinya mustahil, menjadi semakin dekat, dan semakin terlihat masuk akal untuk dilakukan.
Itu pada level engineering, bagaimana dengan level aplikasi, dan teknologi informasi?
Kini, hampir semua kebutuhan kita bisa terpenuhi hanya melalui aplikasi.
Aplikasi Ride-hailing seperti GOJEK mungkin menjadi salah satu contoh masa depan dari pelayanan service on-demand yang sangat menyentuh semua lapisan masyarakat.
Berbelanja kebutuhan apapun bahkan bisa dilakukan melalui eCommerce yang hanya dengan beberapa kali klik saja, maka barang kebutuhan Anda sudah sampai di rumah.
Dan banyak sekali aplikasi web-based maupun app-based yang merupakan representasi dari masa depan.
Namun mungkin masih menyisakan tanya?!
Kalau ini masa depan, lantas kemana para robot, pintu teleportasi ajaib doraemon, dan mobil terbang?
Teknologi Masa Depan
Fantasi kita tentang masa depan memang sesekali perlu diluruskan.
Serius.
Referensi kita tentang masa depan mungkin juga berasal dari fantasi orang lain yang divisualisasikan melalui film.
Dari mulai kartun Doraemon, hingga film film science fiction dari Holywood seperti Interstellar, bahkan mungkin Avenger.
Ha ha ha
Tidak salah memang, namun lagi, hanya perlu diluruskan.
Mobil terbang, sebagaimana yang kita lihat di banyak film masih terlalu banyak pertimbangan.
Dalam beberapa wawancara, Elon Musk pernah ditanya mengenai perusahaan “jalan tol” bawah tanahnya, Boring Company.
“Mengapa Anda tidak menciptakan mobil terbang?”
“Obviously, I like flying things, but it’s difficult to imagine the flying car becoming a scalable solution,” he told Bloomberg Businessweek. “If somebody doesn’t maintain their flying car, it could drop a hubcap and guillotine you.
Elon Musk
Menurutnya mobil terbang akan menciptakan kebisingan dan akan memberikan banyak gangguan yang bisa sangat berbahaya.
Sehingga menurutnya, mobil di bawah tanah dengan kecepatan super tinggi adalah solusi masa depan.
Kecewa?
Hampir.
Karena beberapa perusahaan otomotif mulai mengembangkan drone yang bisa terbang dan dikendarai sebagaimana layaknya mobil.
Hmm.. masih cukup jauh ya?
Masa Depan itu coding !
“Apa artinya saya harus bisa coding kali ya? supaya bisa dapat job di masa depan?”
Melihat implementasi teknologi yang sangat masif, dari level aplikasi smartphone, mobil, hingga roket, sepertinya naif kalau kita menampikkan coding sebagai kemampuan yang dibutuhkan di masa depan.
Beberapa pekerjaan dikabarkan punah seiring berkembangnya teknologi seperti ; loper koran, media cetak, ojek pangkalan, dsb.
Semuanya bergeser dan bertransformasi menjadi sebuah layanan melalui aplikasi maupun website yang bisa diakses dengan lebih mudah.
Kini beberapa pekerjaan “aneh” muncul akibat trannsformasi layanan konvensional tersebut.
Ya, sekaran kita mengenal SEO Specialist, UI/UX Desainer, Talent specialist, Front End / Back end Engineer, dsb.
Uniknya, hampir semuanya berinteraksi dengan platform yang membutuhkan coding.
Serangkaian bahasa pemrograman yang dilakukan untuk mengoperasikan aplikasi dan berjalan sebagaimana mestinya.
“Wah, ga salah berarti wil, saya harus belajar coding, biar sukses”
Bagus, namun sayangnya, Anda tidak sendiri.
Datanya menunjukkan bahwa minat terhadap teknologi seperti coding dan penguasaan bahsa pemrograman lain cukup tinggi.
Kalau Anda tidak bisa muncul di atas permukaan, maka Anda bukan siapa siapa.
Terus gimana wil?
Anda tetap bisa menjadi bagian dari platfrom aplikasi atau bisnis di Internet kok.
Joe Rogan dan Spotify
Kalau kita telaah lebih jauh, maka sebuah aplkasi itu justru lebih dari sebuah aplikasi.
Aplikasi itu hanya wadah atau Platform.
Wadah yang digunakan untuk menampung seseuatu yang nantinya (atau pada umumnya), secara model bisnis, akan bisa dimonetisasi.
Kita bisa melihat GOJEK sebagai sebuah aplikasi, dan driver gojek adalah mitranya.
Tokopedia adalah platform jual beli, dan Seller adalah mitranya.
TikTok, Instagram, Facebook, Linkedin, Twitter, dan semua sosial media adalah wadah untuk menampilkan konten, dan influencer adalah mitranya.
Bahkan peran pada mitra di sini, menurut saya melebihi peran si aplikasinya itu sendiri.
Joe Rogan adalah seorang muti talenta yang belakangan dikenal dengan podcastnya.
Podcastnya didengar dan diikuti oleh jutaan orang dari seluruh dunia, sehingga membuat channel podcastnya tersebut menjadi sangat tingi nilainnya.
Sampai akhirnya Spotify, aplikasi layanan audio, mengakuisisi Channel podcast Joe Rogan Experience senilai $100 juta.
Fantastis !
Spotify menjadi terkenal lantaran mengakuisisi jutaan pendengar Joe Rogan untuk akhirnya masuk ke aplikasi mereka, untuk mendengarkan podcast kesayangannya.
Hal ini menjadi magnet yang akhirnya mengundang banyak talent lain masuk ke Spotify dan membangun podcastnya di sana.
Beberapa waktu belakangan, Joe Rogan, yang sebelumnya justru menjadi magnet untuk menarik talent ke Spotify, justru membawa masalah.
Ada salah satu episodenya yang dianggap mendukung hoax terhadap vaksinasi COVID-19, yang lagi, akhirnya membuat beberapa ‘mitra’ Spotify untuk hengkang.
Naik turunnya Spotify justru bergantung pada Mitranya, bukan dari aplikasinya.
Menarik ya?
Terlepas dari secanggih apapun aplikasi atau platformnya, influencer atau mitranya lah yang membuat platform lebih dinamis.
Hal yang demikian juga banyak terjadi pada platform besar penampung konten seperti ..
Sebut saja Netflix yang belakangan ini juga booming karena banyak mengangkat isu isu sensitif dan berani melalui film dokumenternya.
Beberapa diantaranya yaitu Tinder Swindler, Inventing Anna, dan Downfall yang membahas tentang menariknnya skandal manufaktur pesawat Boing.
Citra Netflix sangat terangkat dengan beberapa film tersebut, dan lagi lagi, bukan karena aplikasinya, melainkan karena ‘mitra’nya.
Terlepas dari seberapa canggih aplikasinya, seberapa menarik tampilannya, seberapa hebat Artificial Intelegence yang ditanamkan di dalamnya, para ‘mitra’ ini lah kuncinya.
Publik mungkin tidak akan mengenal aplikasi tanpa ada magnet atau penarik perhatian seperti para mitra yang mengisi kekosongan aplikasi tersebut.
Dan menjadi mitra itu mudah.
Anda hanya memerlukan seperangkat kreatifitas, dan setumpuk ide yang menarik untuk diejawantahkan.
Mudah kan?!
Mengisi Kekosongan Aplikasi
Kalau dimetaforakan, maka aplikasi itu seperti sebuah buku kosong denggan beragam fitur didalamnya, seperti :
- Pembatas buku yang canggih
- Tag buku yang sistematis
- Pilihan kertas yang menarik
- dsb
Namun masih kosong.
Mereka memerlukan seorang kolumnis handal yang bisa mengisi lembaran lembaran kosong tersebut.
Mereka membutuhan seorang ahli sketsa untuk membuat ilustrasi yang menarik di dalamnya.
Mereka membutuhkan seorang penulis terkenal dengan banyak pengikut setia yang mau menulis selembar tulisannya di buku tersebut.
Yang pada akhirnya membuat buku tersebut banyak dikenal di kalangan para pembaca, dan mengundang penulis lain untuk juga menulis di sana.
Paham alurnya kemana?
Kedepannya, perusahaan aplikasi penyedia platfrom untuk mendistribusikan konten, akan banyak membutuhkan orang orang kreatif.
Mereka akan membutuhkan banyak influencer dengan harapan semua pengikutnya akan ikut bersama masuk ke platform tersebut.
Bahkan kita tidak jarang melihat orang yang sama di beberapa platform.
ya kan?
“Oh dia punya Channel YouTube juga?”
“Oh dia buat akun TikTok juga?”
Ya, pertanyaan pertayaan seperti itu mungkin pernah terucap oleh kita saat melihat beberapa influencer berada di luar platform dimana mereka berasal.
Terlebih sekarang hampir semua platform menyediakan format konten yang tidak jauh berbeda.
Jadi para konten kreator tersebut cukup membuat satu konten yang mempublish ulang kontennya di banyak platform.
Seperti misalnya format video untuk TikTok, Instagram Reels, dan YouTube short yang cukup identik.
Bahkan beberapa waktu lalu, Linkedin, aplikasi yang paling formal dan positif sejagad internet melakukan hal yang menarik.
Ya, mereka mengundang para influencer dan konten kreator ke Linkedin untuk juga berkontribusi di sana.
Sebut saja Markian, seorang konten kreator favorit saya yang mungkin lebih kita kenal di Facebook Watch dengan smile squad-nya ini, kini mulai masuk dan berbagi di Linkedin.
Atau Brooke Monk, seorang konten creator cantik yang eksis dengan jutaan follower di TikTok, juga diundang oleh Linkedin untuk juga berkontribusi di sana.
Harapan Linkedin tentu saja bisa membawa follower dari influencer tersebut untuk berlama-lama di Linkedin.
Namun lagi, apakah cara tersebut berhasil?
Bergantung dari seberapa besar interaksi yang dibuat oleh si influencer di platform tersbeut.
Pertanyaannya ..
Kalau Anda menjadi seorang konten kreator dengan segala ide di kepala Anda, apa yang Anda lakukan sekarang?
Sultan Sultan Media
Mendengar kata sultan, tentu pikiran kita akan mengasosiasikannya dengan sosok orang yang sangat kaya secara materiil.
Kalau disebut satu nama, maka siapa yang ada di pikiran Anda saat ini?
Rafi Ahmad?
Ha ha ha
Ya, tidak salah !
Dari mana Anda tahu kalau Rafi Ahmad adalah seorang sultan dengan kekayaan yang fantastis?
Kemungkinan besar Anda akan mengacu ke pemberitaan di media, dan tentunya adalah Channel YouTube-nya.
Ya, Rafi Ahmad beserta Istrinya, Nagita Slavina, membuat sebuah manajemen entertainment yang disebut dengan Rans Entertainment (Rans).
Rans ini merupakan perusahaan entertainment yang memfokuskan dirinya pada ruang lingkup dunia hiburan digital.
Salah satunya yaitu Channel YouTubenya yang saat tulisan ini dibuat, jumlah subsrcibernya mencapai 23 juta.
Rans Entertainment membawahi banyak unit unit bisnis lain dibawah kendali manajemennya.
Penghasilannya tentu tidak bisa diremehkan.
Ya, Rans dikabarkan berkontribusi sebesar 11 Miliar perbulan ke kantong Rafi Ahmad.
Wajar kalau dia beli Rolce Royce tinggal telepon ke Rudi Salim.
Ha ha ha
Tidak hanya Rans, ada banyak sekali perusahaan digital entertainment yang akhirnya mendapatkan banyak keuntungan dari YouTube.
Seperti salah satunya Deddy Corbuzier dengan channel YouTube Close the Door Podcastnya yang sangat terkenal.
PT. Dektos Digital Corbuzier, sebuah perusahaan yang menaungi konten dan channel YouTube Deddy Corbuzier tersebut beberapa kali mendapatkan pendanaan yang sangat fantastis.
Ada juga Atta Halilintar dan Ria Ricis yang menjadi YouTuber tanpa manajemen dengan puluhan juta subscriber dan mendapatkan keuntungan YouTube adsense dengan nilai fantastis.
Belakangan yang sedang hits dan “dikhawatirkan” oleh para TV adalah Channel YouTube Vincent dan Desta.
Duo Host multi talenta tersebut juga banyak membuat terobosan menarik di dunia entertainment seperti YouTube dan sekarang mereka membangun perusahaan PT. Vakansi Dedikasi Semesta (Vindes).
Desas-desusnya, pihak TV sudah mulai melakukan pendekatan untuk mengakuisisi atau berinvestasi di sana.
Khawatir juga mereka.
Ha ha ha
Menarik ya?
YouTube telah banyak mencetak banyak sumber sumber keuntungan bagi para pembuat konten yang mengisinya.
Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan Instagram, TikTok dan banyak sosial media lainnya.
Khaby Lame adalah salah satu contoh orang yang bisa memanfaatkan platform tiktok dengan baik.
Dia adalah seorang influencer yang termasuk salah satu akun dengan follower terbanyak sejagad TikTok.
Siapa dia?
Dia adalah orang yang terkena PHK karena Pandemi COVID, dan mulai membuat video TikTok dengan editan yang sederhana, namun menghibur.
Dari orang biasa, kini Khaby adalah seorang Sultan dengan kekayaan yang fantastis.
Tercatat pada tahun 2022, kekayaannya mencapai 5 juta dolar amerika !
Atau sekitar 70-72 Miliar Rupiah !
Hanya dengan satu Platform, TikTok !
Ghozali
Dulu mungkin orang tidak mengenal sosok yang satu ini.
Hanya orang biasa yang punya kebiasaan sederhana yang mungkin semua orang bisa melakukannya.
Ya, benar, selfie !
Siapa yang tidak bisa selfie sekarang ini?
Namun tidak ada yang seperti Ghozali yang konsisten melakukan selfie dirinya sendiri setiap hari selama 2 tahun, alias selama 730 hari.
Bukan selfie yang konsisten yang akhirnya membuatnya terkenal, namun karena kebiasaannya berfotonya tersebut tidak dia simpan sendiri, melainkan dijual.
Iya, Ghozali, jual foto.. foto selfie !
Jualnya bukan di marketplace, melainkan di salah satu platform jual beli karya seni digital, yaitu Opensea.
Opensea adalah salah satu platform tempat jual beli karya seni digital.
Berbeda dengan platform jual beli foto atau gambar pada umumnya, di Opensea Anda bertransaksi menggunakan Crypto Currency, salah satunya Ethereum (ETH).
Karya seni yang ada di dalamnya disebut dengan NFT (Non Fungible Token) yang artinya, sekali produk Anda terjual, maka Anda sudah sama sekali tidak memiliki hak terhadap produk tersebut.
Token ini kurang lebih artinya sama seperti Anda membeli jam tangan mahal, maka Anda akan mendapatkan nomor seri khusus terhadap jam tersebut.
Sekali Anda menjualnya, maka produk tersebut selama-lamanya lepas dari kepemilikan Anda.
Foto selfie Ghozali yang dijualnya di Opensea , tanpa diduga ternyata banyak peminatnya.
Nilai transaksinya (jual beli foto Ghozali), saat tulisan ini dibuat yaitu sekitar 399 ETH
Atau kalau dirupiahkan sekitar Rp. 15,7 M (1 ETH = Rp. 39.499.202)
Fantastis sekali bukan?
Tentunya Opensea tidak ekslusif hanya menjual foto selfie saja, melainkan juga banyak karya seni digital yang sangat menarik yang ada di sana.
Beberapa project terkenal dengan karya karya yang kreatif seperti Bored Ape, Cryptopunk, juga meramaikan interaksi jual beli konten NFT di Opensea.
Dan lagi, siapa yang paling besar memanfaatkan peluang ini?
Betul, pembuat konten alias Content Creator !
Format Lain?
Dari tadi mungkin kita hanya berbicara para konten kreator yang memang berkutat pada konten grafis seperti Foto, Video dan Gambar.
Bagaimana dengan Konten Audio atau bahkan tulisan wil?
Kalau Anda akrab dengan Spotify, maka Anda mungkin bisa menerimia konsep yang ditawarkan oleh Noice.
Noice adalah sebuah platform distribusi konten berbasis audio, yang belakangan ini mendapatkan pendanaan seri A sebesar 316 Miliar Rupiah.
Para pengisi konten di dalamnya kemungkinan besar juga mendapatkan ‘bagian’ karena sudah berkenan membawa para penggemarnya ke platform tersebut.
Hipotesis di atas muncul sebagaimana Spotify dulu juga banyak mengakuisisi beberapa podcaster besar dunia, seperti Joe Rogan.
Di Indonesia, spotify juga tidak jarang mengakuisisi podcast YouTube, menjadi eksklusif hanya di Spotify.
Dan itu artinya, Anda, Podcaster, atau Sound Engineer memiliki peluang juga di sini untuk berkarya dan tentunya mendapatkan keuntungan darinya.
Selain Audio, tulisan dengan format blog juga bisa mendapatkan ‘keuntungan’ yang sama sebagaimana content creator dengan format video, grafis, dan audio.
Ya, belakangan ini ada berita menarik di kalangan para pegiat SEO.
Brian Dean, sebagai pendiri dari blog rujukan trik SEO yang cukup terkenal, diakuisisi oleh SEMRush.
Kita tahu jutaan traffic yang keluar masuk ke blognya Brian, bagaimana kontennya sangat bermanfaat dan banyak menjadi rujukan SEO.
SEMRush sebagai alat Keyword Research, tentu tahu kualitas blog Brian dan jumlah trafficnya.
Walaupun tidak disebutkan, kita mungkin bisa berasumsi kalau blognya dibeli dengan harga yang sama sekali tidak murah.
Masih seputaran Blog, AOL (American Online) sebagai perusahaan media yang cukup besar di Amerika, mengakuisisi blog dengan nilai 315 juta dolar atau sekitar Rp. 2,8 Triliun.
Walaupun info ini terbilang lawas, namun peluang untuk membuat blog yang baik dan kemudian investor datang untuk berkontribusi itu ada.
Fenomena Venture Capital atau perusahaan entertainment mengakuisisi blog ini bukan barang baru dan tidak jarang terjadi sebenarnya.
Beberapa blog bahkan dibeli dengan nilai yang lebih besar.
Ya, sumber pemasukan ini tentunya diluar adsense atau layanan PPC yang biasa di embed di blog seperti biasanya.
Seperitnya sudah semua format dan beberapa insight diutarakan di tulisan ini.
Apa langkah Anda sekarang?
Mempublikasi Karya
Sejenius apapun Anda dalam membuat sebuah konten, kalau tidak Anda publikasikan, maka itu akan hanya tersimpan di kamar Anda.
Secantik apapun puisi yang Anda buat, kalau tidak pernah Anda bacakan, maka kertas berisi tulisan itu tidak akan berarti.
Artinya Anda perlu mempublikasikan karya Anda, apapun bentuknya !
Karya video Anda bisa Anda upload di YouTube dan sosial media.
Konten Audio Anda bisa Anda upload di Spotify dan sebarkan ke sosial media.
Tulisan Anda bisa Anda upload di Blog dan sebarkan di sosial media.
“Ntar aja wil, karya saya masih jelek”
Hampir semua dari orang orang yang Anda kenal di kanal kanal YouTube atau sosial media itu adalah mereka yang malu melihat konten awalnya.
Ini screencapture dari video pertama Channel Review teknologi Gadgetin :
Tidak ada background yang bagus (masih ada galon lagi wkwkwk) , tidak ada pencahayaan yang mumpuni, dan keterbatasan lainnya.
Hingga akhirnya, sekarang Gadgetin memiliki apartemen sendiri untuk shooting, serta beberapa Brand sudah mulai masuk untuk minta direview.
Dan sekarang channel tersebut sudah memiliki hampir 9 juta subscriber.
Sebuah persistensi yang sangat baik, dan dimulai dari hal yang mungkin bisa membuat David (pemilik channel gadgetin) malu kalau meilhatnya lagi sekarang.
he he he
Publikasikan karya Anda, bagaimana pun hasilnya.
Biarkan nanti waktu yang akan memperbaikinya.
Willy
Jadi..
Anda tidak perlu menjadi orang yang bisa membuat aplikasi yang canggih dengan bahasa pemrograman yang kompleks untuk bisa menggenggam masa depan.
Dengan karya, Anda juga bisa menjadi bagian dari kesuksesan di dunia digital yang serba menguntungkan ini.
Blog ini juga dimulai dengan tulisan yang bragajulan.. ha ha ha
Sampai akhirnya beberapa brand mulai masuk untuk diulas, dan beberapa perusahaan mengajak saya untuk berdiskusi.
Alhamdulillah.
Bahkan, karya Anda itu lintas aplikasi.
Sebagaimana influencer lainnya, dengan format video vertikal yang sama, Anda bisa eksis di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Short dalam waktu yang sama.
Dengan tulisan yang sama, Anda bisa post di Medium, Quora, Reddit, Twitter dan platform lain dalam waktu yang juga sama.
Mungkin Anda akan menjadi Ghozali kedua yang menjadi miliarder dengan menjual karya Anda di NFT.
Atau Anda bisa menjadi Joe Rogan lain yang konten podcastnya dibeli oleh Spotify.
Atau bisa Channel YouTube Anda diberikan tambahan modal oleh Deddy Corbuzier.
dan segala kemungkinan lainnya.
Masa depan tidak hanya milik mereka yang melek teknologi digital, tapi juga Anda yang mampu mendigitalisasi konten.
Semoga bermanfaat.